Indonesia Bertaruh pada Kemandirian Digital dari QRIS ke Chip AI

SKOR.id - Ketika membeli kopi pagi ini di Jakarta, kamu mungkin cukup memindai kode QR tanpa mengeluarkan uang tunai.
Begitu cepatnya perubahan digital membuat ekonomi Indonesia terasa jauh berbeda dibanding satu dekade lalu.
Banyak orang mulai memahami teknologi keuangan, bahkan mencari tahu cara kerja trading forex sebagai bagian dari tren literasi digital yang lebih luas.
Namun, di balik layar, pemerintah sedang menyiapkan langkah yang jauh lebih besar: menjadikan Indonesia mandiri secara digital melalui peta jalan baru untuk kecerdasan buatan, keuangan digital, dan industri semikonduktor.
Langkah ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi soal kedaulatan. Soal bagaimana negara dengan 270 juta penduduk dapat mengendalikan datanya sendiri, memproduksi chip sendiri, dan memastikan bahwa kemajuan digital tak hanya dinikmati oleh segelintir kota besar.
Beberapa tahun lalu, Bank Indonesia meluncurkan QRIS, sistem pembayaran berbasis QR code yang kini digunakan oleh lebih dari 56 juta pengguna di seluruh negeri.
Di warung, mal, hingga pasar tradisional, kode QR yang sama bisa digunakan untuk semua aplikasi pembayaran.
Keberhasilan ini menjadi contoh nyata bahwa adopsi teknologi bisa terjadi cepat ketika pemerintah dan masyarakat sejalan.
Kini, visi itu berkembang. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Kominfo sedang merampungkan peta jalan AI dan teknologi nasional.
Dokumen ini akan memandu arah pengembangan kecerdasan buatan di berbagai sektor—dari pendidikan dan kesehatan hingga layanan publik dan keuangan digital.
Deputi Menteri Nezar Patria mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah menemukan keseimbangan antara inovasi dan perlindungan, agar teknologi tetap manusiawi dan inklusif.
Tahun 2025 menjadi titik penting karena Indonesia juga mempercepat pengembangan industri semikonduktor. Menurut laporan Antara dan Reuters, pemerintah ingin membangun ekosistem chip lokal agar tidak terus bergantung pada impor dari Taiwan, Korea, atau Tiongkok.
Industri ini dianggap krusial sebab hampir semua perangkat digital—dari ponsel sampai mobil listrik—bergantung pada chip.
Koordinasi lintas kementerian sedang dilakukan, termasuk kerja sama dengan lembaga riset dan investor asing.
Tujuannya bukan sekadar memproduksi chip, tetapi menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi bernilai tinggi.
“Jika kita hanya menjadi pasar pengguna, kita tidak pernah berdaulat secara digital,” ujar seorang pejabat Kementerian Perindustrian dalam wawancara di Surabaya.
Dalam rancangan peta jalan AI, terdapat lima sektor prioritas: pendidikan, kesehatan, pangan, reformasi birokrasi, dan kota cerdas.
Pemerintah menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengembangan algoritma agar teknologi tidak menimbulkan ketimpangan baru.
AI diharapkan membantu meningkatkan efisiensi industri, mempercepat pelayanan publik, dan memperluas inklusi keuangan.
Misalnya, bank-bank digital dapat menggunakan kecerdasan buatan untuk mempercepat analisis risiko kredit bagi UMKM.
Di bidang pertanian, model prediksi cuaca berbasis AI bisa membantu petani menentukan waktu tanam yang lebih akurat.
Namun tantangannya tidak kecil. Banyak perusahaan teknologi Indonesia masih bergantung pada komputasi awan luar negeri, dan ini berarti sebagian data strategis tersimpan di server asing.
Karena itu, pemerintah juga mendorong pembangunan pusat data nasional dan aturan privasi yang lebih ketat.
Transformasi digital tidak hanya terjadi di sektor industri berat. Sektor ekonomi kreatif, yang mencakup musik, film, desain, dan gim digital, kini menyumbang sekitar Rp 1.500 triliun terhadap PDB. Bagi banyak anak muda, teknologi bukan ancaman, melainkan alat untuk berekspresi dan mencari penghasilan baru.
Seorang desainer muda di Bandung bercerita bagaimana ia menggunakan kecerdasan buatan untuk mempercepat proses ilustrasi klien luar negeri. “AI membantu ide lebih cepat muncul,” katanya. “Tapi tetap saja, sentuhan manusia yang menentukan hasil akhirnya.” Pemerintah berharap dukungan infrastruktur digital dan pelatihan talenta dapat memperkuat sektor ini. Melalui program Digital Talent Scholarship, ribuan peserta sudah mendapat pelatihan AI dasar dan keamanan siber.
Meningkatnya penggunaan AI dan sistem digital juga membawa kekhawatiran soal penyalahgunaan data dan kesenjangan digital. Kasus penipuan daring dan pencurian identitas meningkat seiring meluasnya layanan keuangan elektronik.
Deputi Menteri Kominfo menegaskan bahwa setiap pengembang AI wajib menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Regulasi mengenai etika AI dijadwalkan rampung pada 2026, setelah peta jalan nasional diterbitkan. Langkah ini mendapat dukungan dari komunitas teknologi lokal.
Beberapa startup Indonesia bahkan mulai mengembangkan model bahasa lokal yang bisa memahami konteks budaya dan bahasa daerah agar AI tidak didominasi oleh bahasa asing semata.
Banyak ekonom menilai ambisi Indonesia untuk mandiri secara digital adalah langkah berani tapi memerlukan waktu panjang.
AI dan chip tidak bisa dibuat dalam semalam. Dibutuhkan riset, pendidikan, investasi, dan kepercayaan publik. Namun tanda-tanda positif sudah muncul. Pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 mencapai 5,12 persen menurut Badan Pusat Statistik, sementara investasi asing di sektor teknologi meningkat setelah pemerintah memperkenalkan insentif pajak baru untuk pusat data dan riset AI.
Bank Indonesia juga memperluas kerja sama QRIS lintas negara dengan Thailand, Malaysia, Singapura, hingga Arab Saudi—sinyal bahwa Indonesia semakin percaya diri di arena digital regional.
Akhirnya, semua rencana besar itu akan diuji di lapangan. Apakah teknologi benar-benar memudahkan hidup masyarakat? Apakah petani, pedagang kecil, dan pelajar di luar Jawa juga bisa merasakan manfaatnya? Ketika seorang penjual gorengan di Makassar menerima pembayaran lewat QRIS, atau seorang siswa di Kupang belajar mengenal AI melalui pelatihan daring, di situlah makna kemandirian digital terasa nyata. Bukan sekadar slogan di dokumen pemerintah, melainkan perubahan yang hidup di keseharian.
Indonesia mungkin belum punya pabrik chip sebesar Taiwan, atau laboratorium AI sebesar Amerika. Namun semangat untuk membangun dari dalam negeri sudah menyala. Dan kalau perjalanan ini berhasil, kemandirian digital bukan hanya mimpi para pejabat, tapi milik setiap warga yang pernah memindai kode QR di warung langganannya.
Sumber: skor.id