Flexing Piala Presiden 2025 yang Bikin Overthinking

SKOR.id - “Sampai sekarang sponsornya Rp68 miliar. Mainnya satu minggu, tanggal 6-13 (Juli 2025). Coba Liga (1) main berapa bulan? Hadiahnya juara satunya berapa sih? Berapa juara satunya? Rp2-3,5 miliar. Berapa bulan mainnya? Delapan bulan. Nah ini mainnya? Satu minggu. Hadiahnya (tim juara) berapa? Rp5,5 miliar. Non-APBN, non-APBD, non-BUMN. Ini industri,” ucap Maruarar Sirait, Ketua Steering Committee Piala Presiden 2025 kepada wartawan menjelang perebutan tempat ketiga di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Sabtu (12/7/2025).
Kalau diistilahkan dengan gaya bahasa anak sekarang, pernyataan Maruarar Sirait itu bisa dikatakan sebagai flexing. Secara umum, flexing berarti pamer — menunjukkan sesuatu dengan cara yang mencolok agar orang lain kagum, iri, atau terkesan.
Tapi flexing yang dilakukan Maruarar Sirait, bisa dibilang adalah yang bersifat positif. Karena dia ingin menunjukkan sebuah transparansi dari penyelenggaraan turnamen sepak bola level nasional yang kini sudah naik kelas ke level internasional.
Mengingat, sejak turnamen Piala Presiden digelar pada 2015 silam, baru kali ini mengundang klub luar negeri sebagai pesertanya.
Selain itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia ini juga seperti ingin menunjukkan bahwa penyelenggaraan sepak bola berkualitas bisa tetap diselenggarakan tanpa adanya bantuan dana dari APBN, APBD, hingga BUMN milik Pemerintah. Artinya, tidak membebankan negara, tapi tetap bisa membuat industri sepak bola semakin hidup.
Keberhasilan tersebut pastinya membuat para pencinta sepak bola Indonesia overthinking: Kok bisa turnamen yang hanya melibatkan enam tim dan cuma berlangsung satu pekan mendapatkan cuan sebanyak Rp68 miliar dari sponsor? Kenapa Liga 1 (sekarang disebut Super League) yang sudah bergulir lama klub-klub pesertanya masih ada yang nunggak gaji? Apa yang salah dari pengelolaan kompetisi dan klub peserta Liga 1?
Mungkin itu menjadi beberapa pertanyaan yang menghinggapi kepala para pencinta sepak bola Indonesia. Dari situ lah flexing yang dilakukan panitia penyelenggara (panpel) Piala Presiden 2025 seakan membuka lagi mata masyarakat bahwa jika dikelola secara profesional dengan baik dan benar, kompetisi sepak bola Indonesia bisa menghasilkan cuan yang berlimpah sehingga memperkuat industri sepak bolanya itu sendiri.
Dari penyelenggaraan ini juga memberikan contoh, bagaimana sepak bola bisa menjadi ajang hajat hidup masyarakat. Pasalnya, pada penyelenggaraan Piala Presiden 2025 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta) dan Stadion Si Jalak Harupat (Kabupaten Bandung), panpel memberikan lapak gratis untuk para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) berjualan di area venue pertandingan. Menurut Maruarar, setidaknya ada 110 pedagang UMKM yang terlibat. Jumlah UMKM yang terlibat di setiap pertandingan pun selalu diumumkan bersamaan dengan jumlah penonton yang hadir di sela-sela babak kedua berjalan.
“Rata-rata penjualan mencapai Rp2-5 juta per hari. Piala Presiden harus membawa kebahagiaan. Tidak hanya untuk pencinta sepak bola, tetapi juga bagi para pelaku UMKM. Ini bukan sekadar turnamen, tapi juga penggerak ekonomi rakyat," kata Maruarar, yang kembali menegaskan turnamen ini bakal kembali diaudit oleh lembaga audit internasional PricewaterhouseCooper (PwC).
Klub Indonesia Harus Naik Kelas
Dari sisi prestasi, melalui turnamen ini semestinya juga membuat overthinking klub-klub Indonesia agar lebih meningkat lagi kualitasnya. Padahal, dalam turnamen ini Indonesia diwakili juara dan runner-up Liga 1 2024-2025 yakni Persib Bandung dan Dewa United, plus juara bertahan turnamen Arema FC dan Liga Indonesia All Star. Namun dari keempat tim tersebut tidak ada yang berhasil melaju ke final. Bahkan, Persib dan Dewa United ditaklukkan Port FC (Thailand) di fase grup.
Seperti diketahui, Port FC akhirnya berhasil menjadi juara Piala Presiden 2025 usai menaklukkan Oxford United (Inggris) dengan skor 2-1, di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Minggu (13/7/2025) malam WIB. Dengan demikian, untuk pertama kalinya trofi turnamen yang digelar sejak 2015 itu harus rela terbang ke negeri orang.
“Final ini membuktikan bobot dan gengsi Piala Presiden sudah naik kelas. Tidak hanya sekadar turnamen pramusim, tapi ajang ini kini jadi magnet bagi klub-klub luar negeri dan sekaligus jadi tolok ukur daya saing klub-klub Indonesia,” kata Erick Thohir, Ketua Umum PSSI.
“Ke depan, kami ingin agar klub-klub lokal tidak hanya berpartisipasi, tapi berprestasi. Ini tantangan sekaligus peluang untuk berbenah dan bangkit,” tegas pria yang juga Menteri BUMN itu.
Dengan demikian, dari turnamen Piala Presiden kali ini, kita diingatkan lagi contoh penyelenggaraan event sepak bola yang baik dan benar, untuk bisa meningkatkan kualitas tim dan pemain serta menciptakan sebuah industri yang sehat. Terlebih, bisa berdampak bagi ekonomi rakyat.
Sumber: skor.id
